PEMBERDAYAAN AGROMARITIM PESISIR PEMALANG : Inovasi Aneka Pangan Olahan dari Hasil Samping Rajungan

PEMBERDAYAAN AGROMARITIM PESISIR PEMALANG : Inovasi Aneka Pangan Olahan dari Hasil Samping Rajungan

PEMBERDAYAAN AGROMARITIM PESISIR PEMALANG : Inovasi Aneka Pangan Olahan dari Hasil Samping Rajungan

Dosen IPB University dari Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan memberikan pelatihan penguatan inovasi, diversifikasi dan pengembangan produk dari hasil samping industri rajungan di Desa Danasari, Kecamatan Pemalang. Pelatihan dilakukan dalam rangka Dosen Mengabdi Inovasi, IPB University. Kegiatan merupakan bentuk pengabdian masyarakat ini dilaksanakan dari tanggal 16-18 Oktober 2023.

Ketua Tim Dosen IPB University, Wini Trilaksani, yang juga merupakan putri daerah Pemalang mengatakan pelatihan diikuti oleh para istri nelayan rajungan atau ibu-ibu pekerja pada mini-plant atau karyawan perusahaan pengalengan rajungan, yang tahun lalu telah terpilih dan mengikuti program pengabdian masyarakat IPB University “Dosen Pulang Kampung”. Peserta sekarang telah membentuk Kelompok Pengolah dan Pemasar (POKLAHSAR) “GIRA SARI” dengan produksi aneka olahan rajungan melalui pembinaan Dinas Perikanan, Kabupaten Pemalang.

Pelatihan penguatan inovasi, diversifikasi dan pengembangan produk dari hasil samping industri rajungan dibuka oleh Kepala Bina Usaha dan Pemasaran, Dinas Perikanan Era Srinaeni pada Senin 16 Oktober 2023. “Kabupaten Pemalang telah terdapat lebih dari tiga dekade industri pengalengan rajungan dan menjadi terbesar di Indonesia. Terdapat 13 unit pemasakan rajungan mini-plant yang melibatkan masyarakat pesisir dan tersentralisasi di Kecamatan Pemalang”. Lebih lanjut Ibu Era menyampaikan, “Perebusan dan pengupasan merupakan aktifitas utama pada mini-plant, sehingga menghasilkan limbah yang besar serta mencemari lingkungan. Masyarakat hanya memanfaatkannya sebagai pakan ternak”.

Ketua Tim Pengabdian Dosen IPB, Wini Trilaksani menambahkan, pelatihan ini merupakan tindak lanjut dari pelatihan tahun sebelumnya melalui Program “Dosen Pulang Kampung”. “Kami telah melakukan diseminasi ilmu dan skil diversifikasi dan pengembangan produk dari hasil samping industri rajungan kepada masyarakat sekitar mini plant di desa Danasari, Pemalang dan mereka telah mengembangkannya sebagai unit usaha berupa aneka olahan rajungan yang telah kami ajarkan”. “Ternyata kendala usaha masih dihadapi, terutama kemasan dan label kemasan serta tata cara produksi pangan olahan yang baik, agar diperoleh izin dan kelayakan usaha pangan olahan”, tambah Wini Trilaksani.

Bambang Riyanto, selaku anggota Tim Dosen menjelaskan “untuk menciptakan usaha, perlu adanya perubahan mind-set. Rangkaian kegiatan peningkatan pengetahuan dan skil ini dimulai dari penyampaian materi inovasi dilanjutkan dengan praktik”. “Materi inovasi meliputi penanganan (handling) hasil samping industri rajungan dan pembuatan tepung kaya kalsium dari cangkang rajungan”. Kemudian Bambang Riyanto menambahkan, “pengembangan produk didasarkan dari adanya potensi akan pangan instan, snack, seasoning, nova ingredien serta produk non pangan”. Adapun untuk praktik inovasi snack dikembangkan dengan basis pangan tradisional masyarakat (tempe rajungan “teraja” dan abon nabati rajungan “anaraja”), inovasi produk olahan khas daerah juga perlu disentuh, misalnya “kaktus rajungan” yang mirip dengan camilan khas pemalang “ogel ogel” serta penciptaan kreasi produk instan dan seasoning, seperti soup cream rajungan, petis rajungan dan saus rajungan”.

Joko Santoso selaku anggota Tim Dosen lainnya menjelaskan, “praktik pembuatan tempe rajungan “teraja” didasarkan daya tahan keripik tempe yang lebih lama”. “Keripik tempe yang biasa diproduksi masyarakat memiliki kelemahan, diantaranya tekstur kurang renyah, mudah melempem, dan umur simpan yang pendek”. “Keripik tempe sagu menjadi alternatif modifikasi tempe kedelai sehingga keripik memiliki tekstur yang renyah, penampakan yang menarik dan rasa yang lebih gurih. Penambahan citarasa rajungan menjadikan ciri khas unik”. Praktik pembuatan tempe rajungan “teraja” menurut Joko Santoso meliputi “pengenalan bahan, berupa bakal tempe (kedelai yg sudah di campur ragi) dan tepung sagu serta bahan pembaceman berupa air kaldu rajungan, garam dan bumbu. Pembuatan meliputi pencampuran bakal tempe dengan sagu, pencetakan dan pemeraman selama 2 hari. Penyajian meliputi pengirisan dan penggorengan”.

Joko Santoso juga menjelaskan mengenai abon nabati “anaraja”. “Anaraja merupakan olahan abon yang menggunakan bahan dasar kluwih dan dipadukan dengan pemanfaatan air rebusan rajungan. Kluwih adalah sayuran dengan bentuk mirip nangka namun dengan ukuran yang lebih kecil, serta banyak di Pemalang”.  “Abon anaraja cocok untuk vegetarian atau yang alergi dan tidak makan daging khususnya daging sapi yang biasa digunakan untuk bahan pembuatan abon. Anaraja memiliki tekstur lembut dan berserat dengan cita rasa bumbu rempah yang khas persis abon daging umumnya”. “Pembuatannya meliputi perebusan dan penyayatan kluwih, penumisan dengan santan, penggorengan dan pengepresan”, demikian Beliau melengkapi penjelasannya.

Wini Trilaksani menyampaikan, bahwa Pemalang terdapat pula makanan khas yang dikenal dengan nama ogel-ogel”. “Ogel-Ogel merupakan makanan khas Pemalang yang dibuat dari tepung beras ketan, dipadu dengan bahan lain, seperti gula, garam, keju dan dibentuk seperti ulat menggeliat dengan cetakan khusus”. “Pembuatan meliputi penyiapan adonan, pencetakan dan penggorengan”. “Kaktus rajungan merupakan inovasi camilan atau pengganti kerupuk, modifikasi dengan lemi atau lemak rajungan dan model pencetakkan menjadikan produk menyerupai kaki rajungan atau tanaman kaktus, sehingga dinamai kaktus rajungan”.

Iswiyantono selaku Ketua Poklahsar “Gira Sari” menjelaskan, “kaktus rajungan merupakan produk olahan andalan kelompok kami”. “Saat ini, kaktus rajungan merupakan pendapatan terbesar bagi Gira Sari”. “Kami masih menghadapi kendala pada kemasan dan label kemasan”. “Untuk mendapatkan izin sebagai unit produksi pangan olahan, kami juga harus melakukan tata cara produksi pangan olahan yang baik atau dikenal dengan nama CPPOB, sedangkan kondisi unit pengolahan kami belum ada”. “Pelatihan lanjutan ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada kami, mengenai bagaimana kemasan dan label yang benar serta persyaratan kondisi unit olahan pangan yang baik itu”. Bambang Riyanto, selaku anggota Tim menjelaskan, “sebenarnya peraturannya sudah ada, tinggal mengikutinya saja”. “sehingga, dalam pelatihan ini kami membantu membuat konsep rancangan kemasan beserta labelnya”. “Adanpun tata cara produksi pangan yang baik disampaikan bersamaan dengan pembuatan kaktus rajungan”.